Monday, June 19, 2017

Sisa-sisa Foodies Student Exchanges di Thailand

Makan? Makanan? Itu merupakan kebutuhan primer yang tidak bisa tidak. Selama student exchange ke Negeri Gajah Putih kemarin ada cerita tentang sisa-sisa foodies. Tulisan ini dibuat bukan dengan maksud pamer atau apalah-apalah yang saat ini berkecamuk dalam pikiran anda. Just share about real experience atau setidaknya sebagai informasi untuk anda atau bahkan dapat menjadi referensi, please posthink guys!

Saat student exchanges di Thailand beberapa waktu lalu atau lebih tepatnya sebenarnya pada 2015 lalu, yang baru-baru sangat disadarinya sekarang-sekarang ini. Tapi bukannya tidak ada kata terlambat bukan? Well, jadi sebenarnya... eh tunggu dulu. Kita sebagai manusia yang notabene-nya omnivora, sekaligus bahwa makanan adalah kebutuhan primer yang artinya sebagai sumber energi untuk bisa beraktivitas, benar?

Saya anggap, anda setuju dan sependapat dengan saya. Semua orang rata-rata suka dengan kuliner. Mungkin anda salah satunya, yang tiap kali liat gambar atau video makanan bawaannya langsung ngiler kemudian tanpa nunggu lama langsung hunting makanan. Sudahlah mengaku saja, jika iya.

So, saat itu selama hampir lima bulan tinggal, bermukim, bergerilya, survive, dan hidup di negeri Gajah Putih, lebih tepatnya di Thai Selatan. Ketika bulan ketiga, saat kegiatan Sukan Warna di sekolah tempat saya mengajar sekaligus belajar, di Mulnithi Chumchon Islam Seuksa Foundation School Thailand. Istilah Sukan Warna mungkin di Indonesia bisa di bilang semacam festival sekolah sekaligus Pensi, tapi perayaan di sana lebih excited kalau menurut saya.

By the way, soal Suka Warna nanti bakal dibahas lebih eksplisit di tulisan atau bab selanjutnya. Jadi, selain makanan pokok seerti nasi, ada beberapa makanan yang saya temui, dan saya rasai tentunya. Makanan atau jajanan ini menduduki rating kedua setelah lu’ching yang menduduki peringkat pertama yang paling saya suka.

Tapi sayangnya, saya lupa apa nama asli bahasa Thainya jajanan ini. Saya sudah coba searching, googling tapi tidak juga menemukannya. Umumnya para traveler dan foodies hanya tahu yang universal seperti Tom Yam dan Som Tam. Terkadang para foodies dan traveler hanya memosting gambar tanpa memberi keterangan makanan apa ini atau yang paling penting soal nomenklatur makanan tersebut yang pastinya menjadi identitas makanan tersebut. Adapula foodies atau traveler yang hanya memberikan “ini makanan yang saya pesan di kedai anu” tanpa sempat bertanya atau menuliskan apa sih itu?

Sekali lagi, I apologize... lupa benar-benar lupa namanya apa, usaha tanya-tanya teman juga sudah dan hasilnya mereka pun sama-sama lupa. Setelah di telisik lebih jauh makanan ini mirip dengan seblak di Indonesia. Hanya saja perbedaanya dalam bahan-bahannya. Semoga saja informasi ini bisa jadi referensi khususnya bagi penggemar seblak apalagi pedas yang saat ini menjamur dimana-mana, bahwa indikator sehat itu perlu dipikirkan sebagai imbas jangka panjang.




Ini dia yang sampai detik ini masih belum ingat apa namanya. Jadi pembelajaran berharga, kemana pun bawa selalu kamera, dan interview itu penting, pastinya di rekam dong ya. Atau setidaknya anda bawa notes. Pengalaman ketika student exchanges selain mengajar, salah satunya ini menemukan jenis makanan yang mirip dengan di Indonesia.


Dilihat dari sajiannya mirip seblak di Indonesia, bedanya : pertama, bahan-bahan dari makanan ini terdiri dari sawi putih yang masih muda, sosis, baso, lu’ceeng,  wortel, mie/ mama, sayuran yang entah apa namanya, dan semacam rumput laut. Sedangkan seblak, bahannya terdiri dari… sebenarnya macam-macam bahannya tergantung gimana penjual seblaknya, bahan-bahan seblak awalnya hanya kerupuk dengan campuran telur, tetapi saat ini lebih bervariasi ada mie, kerupuk, tulang, ceker, baso, sosis, cilok, dan sebagainya.

Kemudian yang membedakannya kedua, bumbu. Jika di Thai, rasanya pedas asem yang bisa dibayangkan nyegerin, cara memasaknya hanya di celup ke air panas sebentar seperti proses menyajikan mie baso di Indonesia, jadi terhindar dari kolestrol dan lemak berlebih lainnya. Sedangkan jika seblak, bumbunya terdiri dari rempah-rempah terutama bawang putih dan kencur kemudian di goreng bersama telur yang telah dikocok terlebih dahulu dan dimasukkan bahan-bahan yang diinginkan.


Jadi benang merah yang dapat diambil dari real experience ketika student exchange, bahwa kemana pun anda pergi pasti akan banyak hal yang terjadi dan diantaranya momen-momen tersebut dapat menjadi titik tolak pada masa yang akan datang. Misalnya, makanan bisa menjadi referensi untuk perbandingan yang bisa diambil positifnya, atau bahkan menjadi inovasi baru, cita rasa baru. 

No comments:

Post a Comment

Ordinary

7 Cara untuk Ibu Hindari Stunting: Penderita Stunting Indonesia 35,6% Melebihi Batas Maksimal

Hati-hati pada stunting terutama pasangan muda! Beberapa hal yang sederhana namun sangat penting dan berpengaruh acapkali diabaik...